Pemikiran ini berasal dari Menteri Koordinasi Bidang Ekonomi Hatta Rajasa. "Yang pasti pak negara lain menggunakan itu. Sebagai aset daya angkat dan daya dorongya, kenapa kita gak lakukan itu juga? Ini bukan hal baru di Indonesia . Kita sudah sembilan kali melakukan perubahan perbedaan waktu," katanya di Bogor .
Sementara itu Kepala Divisi Humas dan Promosi KP3EI, Edib mengatakan Indonesia sering kalah dengan negara lain dalam hal transaksi bisnis. Ia mencontohkan jadwal terbang Garuda Airways satu jam lebih lambat dari maskapai lain, karena perbedaan waktu tersebut. Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menurutnya kalah satu jam dengan bursa efek di Hongkong dan Sanghai.
Sementara transsaksi di Bank Indonesia , para pelaku pasar uang di Papua dan Maluku tidak memiliki waktu yang cukup untuk saling bertransaksi dengan pelaku pasar di daerah Indonesia barat. Karena pusat bursa efek dan perbankan berada di wilayah Barat, pelaku bisnis Papua dan Maluku harus merelakan waktunya terbuang dua jam secara percuma menunggu lapak transaksi.
"Kalau sama waktu kita dengan Singapura, maka yang menginap di Batam dan harus kerja di hari Senin tentunya tak perlu pulang di hari Minggu. Dia bisa saja berangkat ke kantor dari Batam. Sementara saat ini kan mereka takut terlambat ke kantor karena perbedaan waktu tersebut," tegasnya.
Menurutnya penyatuan waktu semata-mata untuk meningkatkan kinerja birokrasi mulai dari Sabang hingga Merauke dan untuk meningkatkan produktivitas nasional yang semula hanya terdapat 190 juta penduduk dalam zona WIB, bisa menjadi 240 juta jika waktunya disamakan.
Penentuan Ramadhan dan Pemindahan Ibu Kota
Kepala Observatorium Bosscha, Hakim Luthfi Malasan mengatakan pembagian satu zona waktu Indonesia menjadi GMT+8 ternyata tak sesuai karakteristik geografis Indonesia . Penentuan waktu yang seragam ini ditengarai mengganggu penentuan awal bulan Ramadhan.
“Karakteristik tiga zona waktu sebenarnya sudah sesuai dengan landasan posisi geografis Indonesia . Begitu pula referensi keilmiahannya sudah memenuhi syarat bahwa ada tiga zona waktu di Indonesia ,” terang Hakim.
Dari aspek astronomi rencana pemerintah mengambil Waktu Indonesia Tengah sebagai patokan waktu bersama melenceng dari penentuan bujur wilayah. Pasalnya, baik garis lintang maupun bujurnya sudah terintegrasi dengan baik dalam tiga wilayah. Jika diambil bagian tengah saja, tak bisa mencerminkan ketepatan geografis seperti sedia kala.
Penjelasan tentang sinkronisasi geografis dengan konsekuensi waktu membuahkan usulan untuk menggeser ibukota ke Indonesia bagian tengah. Apa pasal? Pertimbangan ini menyangkut pengumuman sidang itsbat.
“Jika pengumuman sidang itsbat di Jakarta yang sebelumnya memakai Waktu Indonesia Barat, maka jika disamakan masyarakat di bagian timur akan kehilangan peluang untuk mengetahui dimulainya atau diakhirinya Ramadhan,”cetus Hakim. Maka, pemindahan ibukota menjadi solusi agar perbedaan waktu tak menjadi kendala dalam penentuan itsbat.
0 comments:
Post a Comment